Hari ini seperti biasanya, tak
banyak berubah. Rutinitas masih saja menjadi menu sehari-hari. Pagi berangkat
kerja, beraktivitas, pulang. Tidak terasa 12 tahun sudah rutinitas ini aku
jalani. Kadang letih begitu mendera tubuh ini. Apa yang sebenarnya yang aku
cari selama ini. Hidup begitu monoton, nyaris tanpa hiasan…, GERSANG !. Sisa
umur rasanya tinggal sejengkal, tetapi belum satu karya pun yang bisa aku
persembahkan bagi orang-orang yang ada di sekelilingku. Ah…, apa memang harus
seperti ini ? Apakah rasa ini juga pernah dirasakan oleh orang lain ? atau
hanya aku saja yang kebetulan hari ini agak sentimentil karena banyaknya
pekerjaan yang harus aku selesaikan ?
“Bapak….”, tiba-tiba suara anak
perempuan menyentak meMbuyarkan lamunanku. Anakku.., yah dia adalah perempuanku
satu-satunya (saat ini) buah perkawinanku dengan istriku. Dengan agak
malas-malasan ku gerakkan tubuhku yang sedari tadi terkulai di kursi tamuku
yang sudah mulai kelihatan lusuh.
“Ada apa nak.., kamu mengagetkan
bapak saja”
“Pak.., aku beliin Al-Quran
terjemah yang kecil ya pak, sebab teman-temanku sudah punya semua. Tinggal aku
yang belum punya” kata anakku sambil bersungut manja, menggelayut di pundakku.
Sejenak aku tertegun dengan permintaan anak semata wayangku. Bukan karena
harganya, bukan pula karena memang kebiasaan anakku yang selalu harus dituruti
permintannya. AL-QURAN !. Kata itu yang mengusik jiwaku. Sudah berapa banyak
uang yang aku belanjakan, sudah berapa tempat rekreasi yang pernah aku
kunjungi, tetapi rasanya aku belum pernah membeli sebuah buku yang disebut “AL-QURAN”.
Duh Gusti….., mungkinkah ini caramu
untuk mengembalikan hamba-Mu untuk kembali membaca kalimat-kalimat-Mu ? Sekian
lama aku larut dengan urusan-urusan dunia sampai aku lupa akan semua firman-Mu.
Maafkan hamba-Mu ya Rabb…, terlalu lama aku selingkuhi engkau dengan
gemerlapnya dunia yang serba semu ini…,
“Bapak kok malah diam….??? Ayo
beliin sekarang !!
Lagi-lagi aku dikagetkan oleh
rengek bidadari kecilku. “Iya…, nanti bapak beliin ya…!” ucapku seraya
memeluknya. “Pokoknya sekarang ya sekarang…titik” celetuk anakku yang mulai tidak
sabar. Akhirnya kuambil dompet lusuhku dari saku celana, kuambil satu lembar 50
ribuan lalu ku berikan anakku. “Ini…, nanti kamu beli sama Ibu ya…..”. “Asyiiiik..,
terima kasih Pak, Bapak memang ayah nomer satu” celoteh anakku kegirangan. Aku
hanya bisa tersenyum getir melihat kegirangannya. Betapa anak sekecil itu sudah
memikirkan kebutuhan rohaninya. Sementara aku, bapaknya…, terlalu larut dengan
urusan sahwat duniawiyah belaka. Dalam hati aku merasa malu dengan anakku.
Hari beranjak senja. Panggilan
Sholat maghrib mulai membahana seantero Kota Solo. Sementara aku masih saja
terngiang-ngiang tentang permintaan anaku siang tadi. Yah…, Alquran yang
seharusnya menjadi AL-HUDA (pentujuk) jalanku, hampir tidak pernah aku jamah
lagi, apalagi membacanya. Tiba-tiba
kerinduanku pada Al-Quran menyeruak diantara tulang belulangku. Begitu ngilu
bibir ini tanpa ucapan kalimat thoyibah dari Al-Quran. Mata ini seolah rabun
tanpa membacanya.
Perlahan aku bangkit dari tempat
dudukku. Aku berjalan menuju kamar mandi, kubasuh badan ini…, kuambil air
wudlu. Aku sholat maghrib sendirian…, kawatir kalau istriku tahu kegundahanku.
Begitu dalam aku larut dalam doa dan dzikirku…, tak terasa sajadahku basah
kuyup oleh air mataku.
“Ya Allah….., aku tidaklah layak
masuk di syurga-Mu, tetapi aku juga tidak mungkin kuat berada di neraka-MU…, “
“Ya Allah…., aku adalah termasuk
orang-orang yang medholimi diri sendiri, jika tidak Engkau ampuni.., maka aku
termasuk orang yang merugi”
Sayup-sayup dari kamar anakku
terdengar dia membaca terjemahan Surat An-Naba…..
“Dan kami menjadikan tidurmu
untuk istirahat (9)”
“Dan kami menjadikan malam
sebagai pakaian (10)”
“Dan kami menjadikan siang untuk
mencari penghidupan (11)”
Ayat-ayat itu.., rasanya Allah kembali
mengingatkan aku melalui anakku. Sebab, selama ini aku tidak perduli siang atau
pun malam hanya kerja, kerja dan kerja. Tetapi ketengan itu tak pernah aku
dapatkan. Dengan Al-quran Terjemah anakku.., aku mulai sadar bahwa dunia ini
tidak selayaknya kita cintai melebihi cinta kita pada yang menciptakan dunia.
Solo, 18 Februari 2013
Mangga dipun resapi
ReplyDeleteterharu...........dengan celoteh anandanya
ReplyDeleteMakasih komennya..., emang anak kecil, belum banyak dosa
DeleteWah kisah yang mengharukan
ReplyDeleteterima kasih komennya....
Delete